Skalanews -
Vonis hukuman mati di Indonesia masih
berlaku dan sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
Terlebih dalam UU positif Indonesia masih mengatur
soal hukuman mati, seperti UU Terorisme dan
Narkoba.
Demikian disampaikan Juru Bicara Mahkamah
Konstitusi (MK), Akil Mochtar, dalam menanggapi
vonis Mahkamah Agung (MA) yang menganulir vonis
mati menjadi hukuman penjara 15 tahun bagi pemilik
pabrik narkotika, Henky Gunawan, atas permohonan
Peninjauan Kembali (PK)-nya.
Dalam keputusan itu, MA beralasan bahwa hukuman
mati inkonstitusional. Menurut MA, hukuman mati
bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan
melanggar Pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM.
Akil mengatakan bahwa sebenarnya putusan MA itu
hanyalah sebatas pendapat saja. Sehingga, hal ini
tidak bisa dikatakan sebagai yurisprudensi. Tetapi ini
membuka peluang bagi terdakwa lain yang ingin
menggunakan putusan ini.
"Putusan MK menyatakan hukuman mati
konstitusional. Apalagi di UU positif Indonesia masih
mengatur soal hukuman mati, seperti UU Terorisme
bahkan Narkoba," ujar Akil Mochtar di Gedung MK,
Jakarta Pusat, Selasa (2/10).
Menurut Akil, pertentangan antara dua kubu yang
mendukung hukuman mati dan yang menolak
memang masih ada. Namun, hingga saat ini belum
ada yang mempertentangkan putusan MK tersebut.
Sebelumnya, MA menganulir vonis mati bagi pemilik
pabrik narkotika Henky Gunawan. Dalam putusan
Peninjauan Kembalil, Hengky hanya dihukum penjara
15 tahun dengan alasan hukuman mati melanggar
konstitusi.
Putusan ini dibuat oleh Imron Anwari selaku ketua
majelis dengan Achmad Yamanie dan Prof Dr Hakim
Nyak Pha selaku anggota. Perkara bernomor 39 K/
Pid.Sus/2011 menganulir putusan kasasi MA
sebelumnya yang menghukum mati Henky.
"Hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1
UUD 1945 dan melanggar Pasal 4 UU No 39/1999
tentang HAM," demikian bunyi PK seperti yang tertulis
di website MA, Selasa (2/10) kemarin. (Deddi Bayu)
Vonis hukuman mati di Indonesia masih
berlaku dan sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
Terlebih dalam UU positif Indonesia masih mengatur
soal hukuman mati, seperti UU Terorisme dan
Narkoba.
Demikian disampaikan Juru Bicara Mahkamah
Konstitusi (MK), Akil Mochtar, dalam menanggapi
vonis Mahkamah Agung (MA) yang menganulir vonis
mati menjadi hukuman penjara 15 tahun bagi pemilik
pabrik narkotika, Henky Gunawan, atas permohonan
Peninjauan Kembali (PK)-nya.
Dalam keputusan itu, MA beralasan bahwa hukuman
mati inkonstitusional. Menurut MA, hukuman mati
bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan
melanggar Pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM.
Akil mengatakan bahwa sebenarnya putusan MA itu
hanyalah sebatas pendapat saja. Sehingga, hal ini
tidak bisa dikatakan sebagai yurisprudensi. Tetapi ini
membuka peluang bagi terdakwa lain yang ingin
menggunakan putusan ini.
"Putusan MK menyatakan hukuman mati
konstitusional. Apalagi di UU positif Indonesia masih
mengatur soal hukuman mati, seperti UU Terorisme
bahkan Narkoba," ujar Akil Mochtar di Gedung MK,
Jakarta Pusat, Selasa (2/10).
Menurut Akil, pertentangan antara dua kubu yang
mendukung hukuman mati dan yang menolak
memang masih ada. Namun, hingga saat ini belum
ada yang mempertentangkan putusan MK tersebut.
Sebelumnya, MA menganulir vonis mati bagi pemilik
pabrik narkotika Henky Gunawan. Dalam putusan
Peninjauan Kembalil, Hengky hanya dihukum penjara
15 tahun dengan alasan hukuman mati melanggar
konstitusi.
Putusan ini dibuat oleh Imron Anwari selaku ketua
majelis dengan Achmad Yamanie dan Prof Dr Hakim
Nyak Pha selaku anggota. Perkara bernomor 39 K/
Pid.Sus/2011 menganulir putusan kasasi MA
sebelumnya yang menghukum mati Henky.
"Hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1
UUD 1945 dan melanggar Pasal 4 UU No 39/1999
tentang HAM," demikian bunyi PK seperti yang tertulis
di website MA, Selasa (2/10) kemarin. (Deddi Bayu)
Komentar
Posting Komentar